Jakarta, Harian Basis – Dalam rangka mempersiapkan diri dalam menghadapi Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024 (PHPU Tahun 2024), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar kegiatan Bimbingan Teknis Penguatan Implementasi Manajemen Risiko dalam Rangka Persiapan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024. Kegiatan ini berlangsung pada Kamis (21/9/2023) di Tangerang. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari sejak Kamis hingga Sabtu (21 – 23/9/2023) dengan menghadirkan sejumlah narasumber dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Sekjen MK Heru Setiawan menyebut para peserta merupakan penanggung jawab manajemen risiko. Ia mengingatkan bahwa risiko yang sudah terpetakan harus segera dilakukan mitigasi risiko. Menurutnya, risiko yang termitigasi tersebut harus memberikan dampak kepada MK. Pertama, dampak yang muncul yakni mitigasi risiko harus membentuk integritas dan dipastikan tidak ada pelanggaran integritas.
“Kedua, tujuan (lembaga) tercapai yang akan menjadi bagian dari kinerja. Hal ini terwujud dari kemudahan akses dan layanan bagi masyarakat dimana pun. Semua agar masyarakat bangga terhadap MK,” papar Heru di hadapan 89 orang pegawai yang menjadi peserta bimtek selama tiga hari tersebut.
Heru melanjutkan dampak mitigasi risiko lainnya adalah adanya keterbukaan. Namun ia menekankan dampak terpenting dari mitigasi risiko adalah menghasilkan layanan prima. “Ketika semua sudah bekerja memitigasi risiko apakah ini sudah berjalan dengan baik, maka dari sekarang sudah direncanakan,” ujar Heru yang berharap agar bimtek ini dapat memetakan risiko sehingga tidak membuka celah lagi.
Sementara itu, Inspektur MK Kurniasih Panti Rahayu menyampaikan bahwa BPKP akan memberikan secara simbolis piagam penghargaan atas pencapaian hasil penilaian SPIP Terintegrasi Mahkamah Konstitusi.
“Hasil penilaian SPIP kita tahun ini mencapai angka yang membanggakan, yaitu 3,44 (terdefinisi), Ini adalah bukti nyata dari komitmen dan kerja keras kita dalam upaya meningkatkan efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya dan kinerja di Mahkamah Konstitusi,” ucap wanita yang kerap disapa Ayu tersebut.
Dalam laporannya, Ayu juga menyampaikan SPIP sebagai alat pengendalian internal memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan bahwa Mahkamah Konstitusi dapat menjalankan tugas dan fungsi konstitusionalnya dengan baik.
“Dengan SPIP yang terintegrasi, kita dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mengidentifikasi dan mengatasi risiko, serta meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Namun, pencapaian ini juga harus menjadi pemicu bagi kita untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas SPIP kita. Salah satu unsur di dalam SPIP adalah penguatan manajemen Risiko,” imbuh Ayu.
Sosialisasi
Dalam sosialisasi Pedoman Manajemen Risiko Nomor 26.2 Tahun 2023, Auditor Muda MK Dian Hapsoro menyebut beberapa tujuan penerapan Manajemen Risiko, di antaranya memberikan pemahaman yang mendalam mengenai pengelolaan risiko organisasi dalam menentukan rencana dan strategi organisasi. Kemudian, meningkatkan kemungkinan pencapaian tujuan dan peningkatan kinerja; memberikan dasar yang kuat dalam pengambilan keputusan dan perencanaan; meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan; meningkatkan kepekaan terhadap kondisi perubahan yang terjadi baik itu dari eksternal maupun internal dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan. “Mendorong manajemen yang proaktif dan meningkatkan efektivitas alokasi dan efisiensi penggunaan sumber daya organisasi,” imbuhnya.
Dalam sesi pertama, Koordinator Pengawasan Bidang Penegakan Hukum Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nugroho Sri Danardono menyampaikan materi mengenai refreshment identifikasi dan
analisis risiko. Ia menyebut karena Pemilu tahun 2024 merupakan agenda besar, maka memang diperlukan adanya pengelolaan manajemen risiko PHPU Tahun 2024.
“MK baru menerapkan manajemen risiko dalam level operasional dan belum menyentuh level strategis. MK harus mengetahui risiko apa saja yang dapat mengancam dalam penanganan PHPU Tahun 2024. Setelah mengidentifikasi, maka dilakukan evaluasi. Setelah identifikasi, maka harus ada upaya agar risiko tersebut tidak terjadi,” tandas Nugroho. (Hen)