Deli Serdang, HarianBasis – Hak Angket,DPRD Deli Serdang Terkait Pemberhentian Kepala Desa Dinilai Terburu-buru,
Bupati dapat mengambil inisiatif penghentian sementara apabila APIP telah merekomendasikan.
Polemik wacana penggunaan hak angket oleh DPRD Deli Serdang terkait pemberhentian Kepala Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan , Perak menemui jalan buntu. Sejumlah aktivis dan pengamat kebijakan regional menilai langkah tersebut tidak tepat sasaran dan terkesan terburu-buru.
Aswan Tumanggor, aktivis Pemerhati Deli Serdang, Rabu 14/5/2025, Menyampaikan pandangannya terkait hal tersebut.
Menurut nya,Bupati dapat mengambil inisiatif penghentian sementara apabila APIP telah merekomendasikan.
Menurut beliau, Hak Angket DPRD hanya dapat digunakan untuk menyelidiki Kebijakan Strategis Pemerintah Daerah yang berdampak luas pada masyarakat.
“Hak angket tidak dapat digunakan terhadap keputusan yang bersifat individual seperti pemberhentian Kepala Desa, kecuali pemberhentian tersebut merupakan bagian dari kebijakan massa yang bersifat strategis dan nonprosedural,” kata Aswan.
Aswan menambahkan, DPRD sebaiknya menggunakan fungsi pengawasan lain yang lebih tepat secara hukum dan prosedural, seperti memanggil Bupati atau OPD terkait dalam forum dengar pendapat umum (RDP) atau rapat kerja.
“Langkah itu lebih tepat jika tujuannya hanya untuk meminta klarifikasi atas pemberhentian Kepala Desa,” ujarnya.
Beliau menilai wacana penggunaan hak angket terkait pemberhentian Kepala Desa Paluh Kurau masih prematur dan tanpa penelitian mendalam.
“Perlu dipahami bahwa dalam proses pemberhentian Kepala Desa, ada peran BPD dan Camat. Apabila Kepala Desa berhalangan tetap, mengundurkan diri, atau diberhentikan karena korupsi dana desa. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 2024 tentang Desa, maka BPD berwenang mengusulkan pengangkatan Kepala Desa pengganti bersama tokoh masyarakat dan camat dengan disaksikan perwakilan dari Kantor PMD Kabupaten,” terang Aswan.
Berharap agar DPRD Deli Serdang lebih berhati-hati dalam menggunakan hak Konstitusionalnya agar tidak disalahpahami oleh publik dan tetap fokus menjalankan fungsi pengawasan secara proporsional dan objektif.
Sementara itu, Ketua DPP Forum Transparansi Masyarakat Indonesia (Formasi) Sumut G. Seniman M.Pd berpendapat, “Pemerintahan mempunyai tujuan, sesuai dengan tata kelola organisasi bahwa pimpinan organisasi harus mampu melaksanakan fungsi organisasi untuk mencapai tujuan organisasi, itu artinya Bupati sebagai pemimpin daerah akan memangkas perangkat-perangkatnya yang tidak mendukung tercapainya tujuan pembangunan seperti yang diharapkan atau minimal kepala daerah akan memperbaiki struktur organisasinya yang dinilai kurang produktif dalam menjalankan roda pemerintahan.
Bupati berwenang memberhentikan kepala desa, baik sementara maupun definitif.
Sebab yang paling cerdas adalah ketika aparatur tidak melaksanakan kewajibannya: Jika kepala desa tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.
Alasan lainnya adalah pelanggaran larangan, tuntutan pidana, pelanggaran serius. Memang biasanya pemberhentian kepala desa melibatkan BPD dan pihak camat sebagai fasilitator.
Nah, kita harus pahami juga bahwa camat itu langsung berada di bawah bupati, dan merupakan perangkatnya di camat. Karena itu, kata Seniman, Bupati bisa mengambil tindakan cepat apabila menilai camat kurang baik dalam berkoordinasi.
Salah satu pihak yang berhak memberhentikan kepala desa adalah bupati atau walikota. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, bupati atau wali kota berwenang memberhentikan kepala desa dalam kondisi tertentu.
Selanjutnya bahwa DPRD merupakan kontrol bagi pemerintah dalam menjalankan roda organisasinya, dan DPRD mempunyai hak untuk melakukan interpelasi dan menyampaikan pendapat, namun sepanjang permasalahan yang diajukan oleh bupati dapat dijawab secara logis dan merupakan keputusan yang adil bagi masyarakat, tentunya DPRD juga dapat memilih pengertian yang sama untuk kepentingan umum dan masyarakat, lanjut Seniman. (Tim)